15.10.12

The Teenage S.T.A.R

Sudah hampir sebulan berlalu, dan kami mulai perlahan move on ke kehidupan masing-masing yang penuh dengan deadline, target dan berbagai jenis kawanannya. Walaupun demikian, hal ini telah memberi warna sendiri dalam hidup setiap kami, pribadi lepas pribadi, dalam bentuk sebuah pengalaman bertemu, bekerja sama dan membentuk 20 anak muda. Bekerja lewat waktu yang seharusnya dialokasikan untuk menjadikan mereka bintang baru di masa depan. Investasi? Anggap saja seperti itu.


Starteen 2012, itulah yang kami kerjakan selama beberapa bulan. Sebuah ajang tahunan yang diselenggarakan oleh HighEnd Teen magazine untuk memilih brand ambassador, yang tentunya berasal dari kalangan muda sekitar 13 – 19 tahun (highendteen.com/starteen). Dimulai pada tahun 2008, ajang ini bisa dibilang merupakan batu lompatan untuk belajar sebelum terjun ke dalam dunia entertainment di masa depan. Itulah mengapa, selain good-looking, seluruh finalis dituntut memiliki bakat unik yang dapat ditampilkan dan ‘dijual’. Mulai dari menyanyi, olahraga sampai beladiri, seperti Pencak Silat.

Meskipun audisi sudah diadakan dalam sekian satuan waktu sebelumnya, 20 September adalah masa di mana seluruh pengalaman ini dimulai. Pengalaman unik yang tidak pernah terbayang akan terjadi dalam kehidupan kami. Bukan, kami bukanlah finalis. Kami berlima adalah “The Chaperones” dengan komposisi seorang Head dan empat anggota yang masing-masing mengurus 5 finalis terpilih. Dan tidak semua dari kami adalah tim redaksi khusus untuk HighEnd Teen. Menyenangkan? Hei, kisah ini belum dimulai.


Walaupun sudah terpilih menjadi TOP 20, mereka masih cukup muda dan baru dalam konteks kegemerlapan langkah berbatu menjadi sekumpulan pekerja seni yang sukses, gilang gemilang. Sebagai pendamping sekaligus daily mentor, kami tidak ingin mereka menjadi bintang yang ‘asal jadi’ tetapi bintang yang memiliki disiplin tinggi, kecerdasan mumpuni, wicaksana adiluhung (read: kebijaksanaan) sehingga masyarakat awam dapat melihat mereka seperti sejumlah “Angels” atau malaikat yang membawa kebahagiaan bagi mereka yang sedang depresi dan butuh hiburan di televisi atau di manapun. Oya, mereka pun juga harus tahan banting, minimal setegar tokoh Annisa dalam film Perempuan Berkalung Sorban besutan Hanung Bramantyo.

Tantangan dari hari kesehari selama karantina, jujur, terbayarkan dengan keakraban seluruh finalis dan tentunya kesuksesan besar pada malam Grand Final yang ditayangkan di Global TV. Ini juga bisa dibilang pengalaman kami yang pertama to handle mereka sepenuhnya di belakang panggung. Penuh ketegangan dan kericuhan yang memacu emosi dan menguras perasaan. Belum lagi kami harus tetap menjaga semangat mereka untuk tampil memukau dan konsisten di depan kamera secara langsung (read: LIVE). Satu yang tidak pernah terlupakan: 5 finalis harus ganti baju dalam waktu hanya 1 menit. Bisa terbayang bagaimana rusuhnya. Keseruan itu pun berlanjut pada satu titik bagaimana kita menampilkan yang terbaik sampai kepada penobatan, tanpa terlalu ambil pusing siapa yang menang. Itu tetap keputusan juri yang subjektif (tidak akan pernah obyektif, referring to ‘selera’).


Ya, secara pribadi dan singkat, ini pengalaman seru dan menyenangkan untuk bisa menjadi bagian darinya. Masalahnya kan tinggal bagaimana kita mengambil pelajaran dari segala sesuatu yang terjadi dalam hidup, meskipun itu tanpa pamrih apapun.

Terima kasih The Chaperones (dan yang lainnya) untuk kekompakan dan semua kerjasamanya.

Selamat untuk King and Queen Starteen 2012 dan seluruh finalis, you guys more than awesome!

One-Day Trip in Kutna Hora

Saya menulis kesaksian ini ketika sedang harus transit di Dubai Airport untuk menanti penerbangan subuh kembali ke Jakarta. Setelah kurang lebih 6 jam perjalanan dari Praha, akhirnya saya bias beristirahat sambil menikmati 3 tangkap sandwich dan segelas orange juice di restoran gratis khusus penumpang Emirates. Kembali lagi saya mempunyai waktu cukup untuk merenungkan betapa luar biasanya kasih Tuhan Yesus dalam hidup saya. Setelah lulus dari Ilmu Hubungan Internasional UPN “Veteran” Yogyakarta akhir Desember 2010, saya “dihadiahkan” sebuah keajaiban luar biasa yaitu perjalanan satu bulan kembali ke Republik Ceko. Kali ini saya datang bukan sebagai exchange student seperti awal tahun lalu, melainkan untuk liburan dan sedikit belajar bahasa. Awalnya, saya sempat sejenak bertanya siapakah saya sehingga Dia begitu cinta padaku? Ia sudah memberikan keselamatan kekal dan sekarang ada bonus berupa perjalanan lagi ke Eropa. How amazing He is!


Ada beberapa tempat yang saya kunjungi dalam perjalanan kali ini. Salah satunya adalah Kutna Hora yang terletak sekitar 70 km sebelah timur Praha, ibukota Republik Ceko. Kota ini adalah sebuah kota kecil yang harus ditempuh sekitar 1 jam lebih dari Praha dengan kereta api seharga 136 Kc pp (sekitar Rp. 80.000,-). Sembari ditemani oleh seorang teman yang keturunan asli Indonesia tetapi berkewarganegaraan Perancis, kami berangkat sekitar pukul 8 pagi dari Hlavní nádraží (stasiun utama) dengan bermodalkan kamera dan sarapan berupa Pribinacek – semacam yogurt, Párek v rohlíku – hotdog dan sebotol Perlivá voda – sparkling water. Perjalanan kali ini merupakan kesekian kalinya saya menggunakan kereta untuk mengawalinya. Hal ini tentu membuat saya tidak lagi canggung, apalagi saya sudah mampu sedikit berbahasa Ceko yang sangat kompleks itu. Saya patut bersyukur atas hal ini.

Cathedral of Our Lady dan Kostnice – Gereja Tengkorak

Sekitar pukul 10 kami tiba di Kutna Hora bersama sejumlah turis lain dari berbagai bangsa. Sepertinya kami semua punya satu kesepakatan, yaitu kembali ke Praha pada petang hari. Kira-kira seperti itulah yang saya tangkap dari percakapan sepasang turis asal Inggris. Kami pun langsung berjalan kaki sekitar 1 km menuju 2 gereja yang cukup bersejarah. Kami langsung terpukau dengan Cathedral of Our Lady atau Katedrála Nanebevzetí Panny Marie dalam bahasa Ceko karena bentuknya yang ramping tapi megah. Gereja ini ternyata menjadi salah satu bangunan bersejarah yang masuk dalam daftar UNESCO World Heritage. Hal terunik dari gereja ini adalah pemandangan ketika kita pertama kali masuk altarnya. Menurut ibu penjaga yang berada di sana, altar yang beratap tinggi ini akan semakin menarik pada musim semi dan gugur, di mana pantulan cahaya matahari membuat altar begitu terang terfokus dibanding sisi sekitarnya.


Setelah itu, kunjungan kami langsung mengarah ke Kostnice, Sedlec, yang sangat terkenal karena terdapat kumpulan tengkorak manusia yang sengaja rapi disusun di bawah gereja. Letaknya pun di tengah lahan pemakaman keluarga dari masa lampau. Belum dapat dipastikan sejak kapan bangunan ini dibangun. Akan tetapi, ada data pasti yang menyatakan bahwa tengkorak yang terdapat di situ merupakan tengkorak para prajurit pada masa Perang Hussite tahun 1421-1424 di mana terdapat bekas pedang, cambuk, tongkat dan panah pada sejumlah tengkorak. Hussite sendiri merupakan perang yang diawali oleh pemikiran seorang Jan Hus yang menentang beberapa keabsolutan Gereja Katolik, seperti pengampunan dosa dengan cara membayar uang. Kisahnya memang mirip dengan Martin Luther. Satu hal yang membuat saya penasaran adalah mengapa tengkorak ini perlu dipajang mirip pameran? Pemandu yang ada di situ pun menjawab bahwa tujuan hal ini adalah untuk menunjukkan betapa lemahnya manusia. Sekuat dan sehebat apapun seorang manusia, kita tetap harus menghadapi kematian. Pameran tengkorak ini mengingatkan kita bahwa manusia itu memang tidak layak bersikap arogan karena seluruh hidup kita memang bergantung pada Tuhan saja. Pemaparan ini cukup bertentangan jika kita melihat kenyataan saat ini bahwa mayoritas penduduk Ceko adalah Atheist.


Perjalanan kami pun harus berlanjut ke Centrum atau pusat kota yang cukup jauh. Oleh karena itu, kami bertanya ke Info Center yang ada di dekat Kostnice. Ia memberikan peta dan menunjukkan jalan kepada kami dengan sangat ramah, tidak seperti orang Ceko pada umumnya. Uniknya, selain memperoleh informasi gratis, saya pun mendapat hadiah berupa DVD dalam berbagai bahasa di dunia, termasuk Indonesia, yang mengisahkan permulaan dunia sampai kebangkitan Tuhan Yesus dari kematian. Ia sebenarnya tidak mengetahui bahwa saya adalah seorang Kristen namun dengan berani Ia menyatakan bahwa Yesuslah satu-satunya juru selamat manusia untuk memperoleh hidup kekal. Kembali saya terhenyak akan hal ini. Saya tidak pernah menemui kesaksian yang berani seperti ini dari lidah orang Ceko selama hampir satu tahun berada di Praha.


Menu Siang diakhiri di Santa Barbara

Kami langsung menumpang bus kota untuk menuju pusat kota Kutna Hora. Sebelum melangkah lebih jauh, kami pun berhenti di Restaurant Mincovna di Hotel Opat tanpa mengetahui referensi apapun tentang makanan di sana. Restoran yang cukup nyaman untuk makan siang tanpa ada pengunjung lain selain kami berdua. Saya pun memesan Topinkové hranolky s česnekem (roti tawar yang digoreng dengan olive oil dan bawang putih), sepiring Chicken grill with blue cheese cream dan secangkir teh hangat. Jujur, bentuk kurang menarik tetapi rasanya enak luar biasa! Bahkan saya masih ingat rasanya kalau melihat foto-foto di Kutna Hora. Harganya pun tidak terlalu mahal untuk ukuran negara-negara Eropa. It was the best lunch I’ve ever had!

Langkah kami pun berlanjut menuju Jesuit College yang juga cukup terkenal di kota ini. Perjalanan ke sana pun semakin spektakuler karena kami melewati Kamenná kašna (semacam tugu di perempatan jalan), České muzeum stříbra-Hrádek (Museum perak megah yang kebetulan sedang tutup) dan toko barang antik (Antikvariat) untuk membeli sejumlah kartu pos kuno. Kebetulan saya adalah seorang kolektor kartu pos karena selain murah, gambar yang disajikan begitu indah dan cukup sulit didapatkan dengan menggunakan kamera biasa. Tibalah kami di sisi samping Jesuit College (Jezuitska Kolej) yang dibangun dengan arsitektur gaya Baroque setelah kedatangan kamu Jesuit yang cukup membawa perubahan di kota tersebut pada tahun 1626.

Di depan Jesuit College, kami langsung dapat melihat keindahan Gereja Katedral St. Barbara (Velechrám sv.Panny Barbory) yang begitu menakjubkan dengan banyak tower mungil yang mengelilingi atap gereja. Biaya untuk masuk dan menikmati kemegahan gereja tersebut adalah 85 Kc atau sekitar Rp. 40.000,- yang memang cukup aneh karena biasanya kita tidak perlu membayar untuk masuk sebuah gereja tetapi saya tidak mau terlalu lama mempertanyakan hal ini. Anggap saja hal ini wajar di sejumlah tempat. Gereja ini ternyata dibangun oleh sejumlah arsitek yang berbeda abad. Pembangunan pertama dimulai pada tahun 1388 oleh Jan Parler dengan hanya satu bagian yaitu The Presbytery. Kemudian berkembang hingga tahun 1773 menjadi 13 bagian kapel di sekeliling ruang jemaat. Info yang menarik dari penjaga gereja adalah bahwa gereja ini dibangun oleh para penambang perak yang datang pada tahun 1142 setelah melepaskan diri dari pengaruh kaum Cistercian yang berpusat di gereja sebelumnya, Cathedral of Our Lady. Tidak heran jika di bagian tengah kursi jemaat terdapat patung penambang yang cukup besar. Hal yang membuat saya kagum adalah rentang waktu yang amat panjang dalam proses pembangunan dan penyempurnaan gereja tersebut yang disertai oleh kesetiaan jemaatnya pada masa itu.


Dari gereja katedral Santa Barbara, kami langsung mengambil jalan menuju halte bus terdekat untuk kembali ke stasiun mengejar kereta pukul 5 sore yang menuju Praha. Dalam perjalanan pulang, saya sejenak berdoa dan merenungkan kebaikan Tuhan karena saya dilahirkan dan dibesarkan di Indonesia, di mana kepercayaan saya bukanlah menjadi mayoritas. Saya memang patut bersyukur karena setiap tantangan yang ada dan kualami ternyata membuat saya semakin kuat di dalam proses yang Tuhan berikan dalam hidupku. Pada masa dulu, Republik Ceko atau apapun namanya sebelum saat ini merupakan kekuatan yang besar dalam perkembangan Kekristenan, seperti sejumlah kawasan lain di Eropa. Akan tetapi, kenyataan sejarah berbicara lain di negara ini sekarang. Perubahan besar ke arah berlawanan membuat mayoritas atheis berkembang pesat. Saya tidak mengatakan bahwa orang atheis tidak baik atau tidak bermoral. Mereka justru mungkin lebih baik dari sebagian kita yang beragama tetapi ke mana mereka akan pergi setelah kehidupan di dunia ini? Firman Tuhan mengatakan “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepada TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanm.” (Yeremia 29:17). Itulah salah satu tanggung jawab kita semua sebagai orang percaya dimanapun kita berada. Tidak hanya untuk kita saat ini tetapi juga keturunan kita yang akan melanjutkan generasi ini. Tuhan Yesus memberkati.